Contents

Batik Fractal, Perkawinan Teknologi Dengan Tradisi

Perkawinan Teknologi Dengan Tradisi
Perkawinan Teknologi Dengan Tradisi – Teknologi bertemu tradisi budaya adalah premis yang tepat untuk menggambarkan Batik Fractal Indonesia. Bagaimana tidak, dengan produk teknologi informasi, sebuah desain batik bisa dibuat dari proses komputerisasi yang cukup rumit.

Fraktal adalah benda geometris yang kasar pada segala skala, dan terlihat dapat “dibagi-bagi” dengan cara yang radikal. Beberapa fraktal bisa dipecah menjadi beberapa bagian yang semuanya mirip dengan fraktal aslinya. Sedangkan dalam matematika, fractal adalah ilmu matematika yang mempelajari kesamaan dan pengulangan pola, serta dapat memiliki struktur serupa pada tingkat perbesaran yang berbeda.

Sementara itu, Batik Fractal Indonesia sendiri berdiri pada 2009 silam dengan tujuan membantu para pembatik dan UMKM batik dengan nama usaha PT Batik Fractal Indonesia. Berpusat di Bandung, Jawa Barat, perusahaan yang sudah berdiri 14 tahun tersebut memegang roulette merek dagang software Batik yang dipakai untuk membuat pola batik (patterns) menggunakan algoritma fractal.

CEO dan Co-Founder PT Batik Fractal Indonesia Nancy Margried mengatakan, kehadiran teknologi berperan penting untuk menjadikan industri batik yang high technology. Meski batik adalah produk budaya yang tradisional, proses hulunya tidak lepas dari sentuhan teknologi.

“Industrinya (batik) high-tech, tapi hasil dan basisnya adalah tradisi. Jadi, cara kreasinya sudah disentuh teknologi, tapi tetap berbasis tradisi. Nah, itu sinergi yang kami harapkan nanti akan terjadi di pembatik Indonesia,” tuturnya kepada Validnews, Selasa (3/10).

Nancy menjelaskan perajin batik bisa menggunakan software jBatik untuk menggambar dan menciptakan pola fractal di layar komputer atau laptop. Ketika sudah selesai, perajin batik tetap menuangkan karyanya menggunakan jemari tangan pada medium yang dituju, seperti kain batik.

Selain produk teknologi untuk membatik, PT Batik Fractal Indonesia juga memproduksi hasil tekstil batik yang bisa langsung dijual ke konsumen atau pelanggan. Untuk produk ini, Batik Fractal bekerja sama dengan para pembatik, rumah produksi batik dan garmen-garmen kecil di daerah. Dia menyebutkan ada 4 titik produksi, yaitu di Pekalongan dan Solo, Jawa Tengah, Tuban, Jawa Timur, dan lokasi terbaru di Sukabumi, Jawa Barat.

“(Produksi) kami sesuai kebutuhan dan kami tidak mengikat pembatiknya untuk eksklusif sama kami saja. Kami tidak akan mengikat pembatik karena mereka tuh bukan pegawai kita, mereka adalah partner kerja, jadi kami bekerja sama sebagai partner untuk produksi,” ucap Nancy.

Perkawinan Teknologi Dengan Tradisi

Sejalan dengan itu, saat ini PT Batik Fractal Indonesia memiliki 2 jenis hasil produksi. Itu terdiri dari software jBatik dengan bahasa pemrograman Java, serta hasil tekstil seperti kemeja batik, seragam batik, kain batik, sarung bantal, dan berbagai jenis merchandise batik.

“Jadi batik fractal ini harus membuat dua produk, software dan produk tangible seperti produk batik. Konsumennya berbeda, software penggunanya adalah perajin batik dan desainer batik, kalau baju batik ya buat konsumen dan pengguna pakaian,” imbuh Nancy.

Founder Batik Fractal Indonesia itu mengakui jumlah pemesanan atau penjualan produk tekstil dan jBatik tidak menentu tiap tahunnya. Contohnya, sepanjang 2022 hingga akhir kuartal III/2023 ini, produk yang paling laris manis dijual adalah peringkat lunak jBatik.

Karena cenderung fluktuatif, ada masanya penjualan baju dan kain Batik Fractal jauh lebih tinggi dari software. Begitu pula sebaliknya, pada periode tertentu penjualan jBatik melejit, tetapi produk tekstil sedikit pembeli.

Apa yang dialami kini, disyukuri Nancy. Perusahaannya sudah jauh lebih stabil dibandingkan empat tahun pertama merintis Batik Fractal. Oleh karena itu, jumlah penjualannya pun meningkat dari tahun ke tahun, dan sekarang konstan di angka 2 ribuan pcs untuk produk tekstil, dan 100-an untuk software.

“Untuk 2 tahun terakhir ini produk teknologi kami paling laris, tapi kalau kita look back di tahun-tahun sebelumnya, ada di satu tahun penjualan batik kita 70%-80%, tapi software-nya hanya 30%. Jadi (jumlah penjualan) tidak selalu sama,” katanya.

Di sisi lain, Nancy tidak terlalu menghiraukan kuantitas penjualan. Dia yakin perusahaannya sudah stabil dan mampu bertahan. Ditambah lagi, Batik Fractal berhasil melewati masa kritis saat pandemi covid-19 pada 2020 lalu yang memukul semua sektor usaha.